Nama : Vio Hichael.F
Kelas : 4EB09
Npm : 27211294
Global vs
Regional ( Branchless Banking )
Melanjutkan
pembahasan tentang Branchless Banking ( BB ) kita akan coba melihat lebih jauh
kenapa perlu adanya BB. Untuk kita pahami sesuai dengan pembahasan sebelumnya
tentang istilah BB, kita berpatokan pada istilah BB sebagai kegiatan layanan
transaksi bank dengan kriteria sebagai berikut :
1. Tanpa
melalui kantor cabang bank
2.
Menggunakan agen yang bekerjasama dengan bank
3.
Nasabah bisa melakukan transaksi sendiri atau menggunakan agen
4. Fitur
transaksi yang sederhana/basic feature
5.
Layanan murah/low cost transaction
6.
Ditujukan khususnya untuk segmen bawah atau unbanked
BB
sebagai salah satu bentuk inisiatif financial inclusion sangat membantu untuk memajukan perekonomian suatu negara melalui peningkatan
akses masyarakat terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank sebagai
unit usaha pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Studi-studi
yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan
keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa hal kenapa perlunya BB.
Berikut kami sampaikan kenapa BB :
1.
Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses
layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat
dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun
2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti
Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan Malaysia
justru lebih rendah dari Indonesia.
2.
Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang
mahal. Sebagai gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar
1,5 milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor
3.
Konsentrasi lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat.
Hal ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat
menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan
area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank
melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.
4.
Persepsi masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai
sesuatu yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru
dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan
(financial service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka
cenderung melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi dan
perorangan. Persepsi yang mereka miliki bahwa :
a.
Berhubungan dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas
atas berduit
b. Harus
meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya
sehari hari
c.
Prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib
diikuti
d. Harus
antre untuk bertransaksi yang hanya
untuk kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil
misalnya Rp. 10.000,--
e. Biaya
transaksi yang mahal, misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000,--
f.
Produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan
yang tidak tetap
g. Ada
kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap mereka
tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.
5.
Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas
ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti
usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai. Berdasarkan
data kurang lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan lewat
segment ini. Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan disalurkan
bank kembali dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi stimulus
penggerak perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan uang tunai
oleh BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan transaksi melalui
branchless banking.
6.
Kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang
tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler,
menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara
berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan
memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telco.
Hal-hal
tersebut diatas, mengkondisikan perlunya BB dan saat ini sedang berkembang di
negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging
market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan
terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI. Layanan perbankan tanpa
kantor alias branchless banking merupakan mimpi lama yang telah ditiupkan sejak
era Bank Indonesia dipimpin oleh Darmin Nasution. Ketika itu, fungsi pengawasan
dan pengaturan perbankan masih melekat sebagai tugas Bank Indonesia.
Bank
Indonesia telah menggandeng 5 bank dan 3 perusahaan telekomunikasi untuk
mengadakan uji coba pelaksanaan program branchless banking di sejumlah daerah
pada Mei hingga November 2013. Pada tahap ujicoba, agen-agen perbankan yang
terdiri atas agen individu maupun badan usaha menjalankan fungsi perbankan
secara sederhana; menerima simpanan uang, melayani transfer, dan menjadi
jembatan pembayaran berbagai tagihan seperti biaya listrik, air, jual beli
pulsa.
Rezim
berubah. Ketika fungsi pengawasan dan pengaturan industri perbankan kemudian beralih
kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013, konsep branchless
banking pun pada akhirnya terbawa ke otoritas baru tersebut.
Namun
demikian, Bank Indonesia masih mempertahankan wewenangnya sebagai otoritas di
bidang sistem pembayaran. Program branchless banking versi Bank Indonesia pun,
pada akhirnya, fokus hanya pada sistem pembayaran. Agen-agen perbankan yang
direkrut oleh bank, menurut aturan Bank Indonesia, dapat melayani registrasi
uang elektronik, melayani jasa pembayaran berbagai macam tagihan rutin, dan
menyalurkan bantuan pemerintah yang diberikan melalui uang elektronik.
Agen-agen
perbankan yang direkrut tidak dapat membantu bank membuka rekening tabungan,
menerima simpanan, maupun menyalurkan kredit. Padahal, fungsi-fungsi tersebut
sebelumnya telah diujicobakan dalam pilot project program branchless banking.
Baru
kemudian pada 18 November 2014, ketika OJK menelurkan Peraturan OJK
No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan
Inklusif (Laku Pandai), wajah lama branchless banking kembali muncul.