Ethical Governance ( Etika Pemerintahan )
adalah Ajaran untuk berperilaku yang
baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga
masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang
buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia
berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man
). Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai
orang tua, guru, pemimpin dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang
berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan
berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar
kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan
lain – lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri
sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain – lain
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain – lain
Budaya etika
-Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan
kepribadian para pimpinannya
-Budaya etika adalah perilaku yang etis.
-Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down.
-Langkah-langkah penerapan :
-Penerapan Budaya Etika
-Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal :
• Perusahaan terhadap karyawan
• Karyawan terhadap perusahaan
• Karyawan terhadap karyawan lain.
Komitmen Eksternal :
• Perusahaan terhadap pelanggan
• Perusahaan terhadap pemegang saham
• Perusahaan terhadap masyarakat
Penerapan Budaya Etika
Program Etika
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan
corporate credo
Contoh : audit etika
Kode Etik Perusahaan
• Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
• Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM)
-Budaya etika adalah perilaku yang etis.
-Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down.
-Langkah-langkah penerapan :
-Penerapan Budaya Etika
-Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal :
• Perusahaan terhadap karyawan
• Karyawan terhadap perusahaan
• Karyawan terhadap karyawan lain.
Komitmen Eksternal :
• Perusahaan terhadap pelanggan
• Perusahaan terhadap pemegang saham
• Perusahaan terhadap masyarakat
Penerapan Budaya Etika
Program Etika
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan
corporate credo
Contoh : audit etika
Kode Etik Perusahaan
• Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
• Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM)
Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan
Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada
BUMN, disebutkan bahwa Corporate Governanceadalah
suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan
pengertian diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) bagi stakeholder.
Malaysian Finance Committe on
Corporate Govesrnance memberikan
definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good Corporate Governance merupakan suatu proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas
korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang
serta memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan
(stakeholder). Good Corporate Governance sering
disebut sebagai sebuah pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh
organ perusahaan guna memberikan nilai tambah secara berkesinambungan
dalam jangka panjang
bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku (Tjager, 2005).
Good Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan
yang memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari
akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi
pada
para pemegang saham (stockholder), sekarang
menjadi lebih luas dan untuk tata kelola perusahaan juga harus memperhatikan
kepentingan stakeholder. Akibat yang
muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus
mempertimbangkan masalahcorporate social responsibility (CSR).
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
1.
Menurut
Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara
perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham,
karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme
pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
2.
Menurut
Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang
memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan
cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaidah, norma ataupun pedoman
korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini
adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor:
Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
1) Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi
target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang,
pencapaian laba.
2) Kemandirian
Suatu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini
sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU
lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
3) Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak
boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus
selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu
tinggi.
4) Pertanggungjawaban
Kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris,
Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan
harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
5) Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra,
memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya. Dalam mengimplementasikan Good
Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu
sebagai berikut :
1.
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan),
pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2.
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam
menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan
Karyawannya.
3.
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup
Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja
antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4.
Sistem Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang
Manajemen Risiko dan Implementasinya.
5.
An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and
Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
Contoh
Kasus
JAKARTA—Masyarakat
Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate
Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala
mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi
pada medio Oktober 2011. SE tersebut berisikan himbauan menghentikan
penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai
dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan
SMS premium ini tentunya sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak
asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna
telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan
yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium
tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa
selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja
merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang
tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun
dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini
kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga
seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi
lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang
pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat
BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami
melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan
keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya,
penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan
Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat
menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas dimana BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain. BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten. Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan. Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan. Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi “Mastel berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain. BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten. Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan. Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan. Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi “Mastel berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
http://rezarezadwirm.blogspot.com/2013/11/etika-bisnis-good-corporate-governance.html http://pratiwi-19.blogspot.com/2012/10/good-corporate-governance-gcg.htm