Welcome

welcome 8 Pictures, Images and Photos

Sabtu, 29 Desember 2012

PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI-ORGANISASI KOPERASI ”MODERN”


Review Jurnal Ekonomi Koperasi(8)



PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI-ORGANISASI KOPERASI ”MODERN”

Oleh : Prof. DR. Alfred Hanel



                                                                REVIEW 8

- Pelopor-pelopor Koperasi Sebagian Promotor Utama Organisasi Swadaya

Koperasi dan berbagai Konsepsi Mikro yang menunjang Keberhasilan
Perkembangannya.
Bebagai percobaan untuk mendirikan koperasi modern telah dilakukan terutama selama
belahan pertama abad ke 19. Banyak dari usaha-usaha percobaan itu gagal atau koperasikoperasi
yang tumbuh ketika itu hanya mampu berkembang dengan baik selama suatu periode
yang terbatas saja.
Namun demikian, pada pertengahan abad yang lalu, para ‘pelopor koperasi’ berhasil
mengembangkan berbagai konsepsi mengenai struktur organisasi koperasi yang nyata, yang
cukup sesuai, dengan kebutuhan tertentu, dengan kemungkinan pengembangan kegiatan
tertentu, dan dengan lingkungan ekonomis dan sosial-budaya para pekerja, para pengrajin dan
para petani kecil di negara-negara Eropa.
Pelopor-pelopor koperasi itu tidak saja berhasil mendirikan satu atau beberapa koperasi.
Mereka mendirikan organisasi-organisasi koperasi yang berkembang secara berhasil, dan
mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai struktur-struktur koperasi tertentu secara nyata,
demikian pula, cara-cara menciptakan struktur organisasi itu dan, debgan demikian , membantu
orang-orang lain, yang hidup dan berusaha dalam situasi yang sama dan serupa untuk
mengikuti mereka.
Konsepsi yang dikembangkan oleh para Pelopor dari Rochdale, oleh H. SCHULZE-DELITSCH
dan oleh F.W. RAIFFEISEN akan dibahas secara khusus di bawah ini, karena konsepsikonsepsi
mereka memberikan pengaruh yang besar terhadap pengembangan dan penyebaran
organisasi swadaya koperasi modern di kalangan para konsumen, pengrajin, industriawan dan
pedagang kecil, demikian pula di kalangan para petani kecil.

- Pelopor-Pelopor Koperasi dari Rochdale
Pelopor-pelopor koperasi dari R ochdale ini adalah 28 pekerja, yang hidup di kota
Rochdale di Bagian Utara Inggris, yang belajar dari pengalamannya dimasa lampau – seringkali
merupakan pengalaman pahit yang diperoleh dari upaya pengembangan koperasi yang
dilakukan secara eksperimental. Setelah melalui diskusi yang lama, mereka mendirikan satu
koperasi pada tanggal 24 Oktober 1844 dan memulai usaha pertokoan, sebagai usahanya
sendiri, secara berhasil. Peristiwa ini seringkali disebut sebagai saat kelahiran ‘Gerakan
Koperasi Modern’.
Oleh karena para pelopor dari Rochdale itu tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang
cukup untuk mendirikan dan mengelola usaha-usaha perdagangan, maka “kegiatan-kegiatan
pertokoan itu merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Mereka harus banyak memikirkan
dan menyusun rencana secara terinci. Sesuai dengan itu mereke merumuskan aturanaturannya
sendiri, yang berlaku bagi usaha pertokoan itu. Aturan-aturan yang diterapkan itu,
kemudian menjadi prinsip-prinsip koperasi. Pada mulanya prinsip-prinsip itu hanya sematamata
merupakan aturan-aturan perusahaan yang dirancang dan dirumuskan merupakan
aturan-aturan perusahaan yang dirancang dan dirumuskan oleh para pekerja itu sendiri untuk
menjalankan usaha pertokoannya. Bagi para pelopor Rochdale, koperasi bukanlah sesuatu hal
yang semata-mata tumbuh dari keinginan dan perwujudan perasaan sentimental kekanakkanakan.
Ia merupakan suatu metode yang praktis dalam mengorganisasi dan menjalankan
sebuah took. Para pelopor dari Rochdale itu memperbincangkan aturan-aturan itu secara
mendalam dan mengetahui dampaknya. Ketika aturan-aturan itu disyahkan dalam Rapat
Rochdale Equitable Pioneer’s Co-operative Society, para pelopor dari Rochdale itu berhasil
memberikan demonstrasi pertama tentang pengelolaan suatu perusahaan koperasi. Segera
setelah para pekerja melihat bahwa took itu berhasil dikelola dengan baik, jumlah anggotanya
bertambah sangat cepat dan hanya dalam beberapa tahun saja, ia tidak lagi merupakan
gagasan kosong atau sekedar percobaan saja, melainkan telah menjadi suatu usaha yang
sungguh-sungguh berhasil.
Eksperimen yang berhasil ini kemudian diikuti oleh usaha-usaha sejenis lainnya. Di Inggris
tumbuh banyak took-toko baru. Gagasan para pelopor Rochdale ini tersebar kemana-mana
menyebrang keluar Inggris ke Eropa, Amerika dan ke berbagai penjuru dunia”(Dubhashi, 1970,
hal.8 dan seterusnya).
Aturan-aturan yang disusun oleh para pelopor Rochdale, mula-mula, hanya sekedar petunjukpetunjuk
tentang bagaimana seharusnya suatu toko koperasi konsumen yang baik diorganisasi
dan dijalankan oleh para anggotanya sendiri, atas dasar keadaan-keadaan yang terdapat di
Inggris pada ketika itu, akhirnya menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang terkenal.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1) Keanggotaan yang bersifat terbuka;
(2) Pengawasan secara demokratis (satu anggota, satu suara);
(3) Bunga yang terbatas atas modal anggota;
(4) Pengembalian sisi hasil usaha sesuai dengan jasanya pada koperasi (patronage
refund);
(5) Barang-barang hanya dijual dengan harga pasar yang berlaku dan hanya secara
tunai;
(6) Tidak ada perbedaan berdasarkan ras, suku bangsa, agama dan aliran politik;
(7) Barang-barang yang dijual harus merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak
atau palsu;
(8) Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan.
Prinsip-prinsip tersebut ini ternyata menjadi petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pembentukan
koperasi-koperasi para konsumen dari para anggota yang hidup dalam keadaan yang serupa
dengan keadaan para Pelopor dari Rochdale. Namun, prinsip-prinsip itu harus disesuaikan,
diubah, atau sebahagian tidak dapat diterapkan, misalnya, pada situasi,dimana:
- Koperasi-koperasi konsumsi/konsumen itu harus bertahan dalam persaingan pasar,
yang terjadi dalam kehidupan ekonomi negara-negara industri yang telah maju;
- Jenis/ tipe koperasi yang lain, misalnya, koperasi-koperasi kredit, harus diciptakan;
- Koperasi didirikan dalam kondisi ekonomi dan sosial-budaya yang sangat berbeda
dengan keadaan di Inggris pada pertengahan abad ke-19.
Bagaimanapun juga, ketika prinsip-prinsip itu dianggap sebagai ‘prinsip-prinsip koperasi’ yang
berlaku umum dan hendak diberlakukan pada semua koperasi di seluruh dunia, timbullah
perdebatan-perdebatan yang lama, mengenai hakekat dari prinsip-prinsip itu, mengenai
penafsirannya dan penyesuaiannya, yang seringkali pula tidak terlepas dari ideology tertentu.
Tidak dapat disangkal, bahwa, di satu pihak, prinsip-prinsip itu, hanya berlaku pada struktur
organisasi koperasi tertentu saja, dan di lain pihak, hanya merupakan kaidah-kaidah, nilai-nilai
dan tujuan–tujuan yang hendak dilaksanakan, atau petunjuk-petunjuk pragmatis bagi
perumusan kebijakan usaha yang harus diterapkan dalam mengelola took koperasi para
konsumen secara berhasil.
Di samping itu, terdapat satu aspek lain, yaitu yang berkaitan dengan perumusan prinsip-prinsip
koperasi dalam definisi koperasi dan dalam rangka membedakan organisasi koperasi dari
lembaga-lembaga sosial ekonomi yang lain. Aspek ini akan dibahas pada butir 2.1.1.

- SCHULZE – DELITZSCH
HERMANN SCHULZE – DELITZSCH (1808-1883), pengacara dan anggota Parlemen, adalah
orang pertama di Jerman yang berhasil mengembangkan sebuah konsepsi bagi perintisan dan
pengembangan secara bertahap koperasi kredit perkotaan, demikian pula koperasi-koperasi
pengadaan sarana produksi di kalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan di kalangan
oleh para pedagang kecil dan kelompok-kelompok mata pencaharian yang lain.
Konsepsi SCHULZE-DELITZSCH ini semula berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan khusus
para pengrajin kecil, ynag sulit bertahan dalam persaingan melawan perusahaan-perusahaan
industri yang semakin berkembang.
Terutama, karena para pengrajin itu membutuhkan kredit investasi bagi perusahaanperusahaannya
yang masih kecil, sedang system perbankan yang ada pada ketika itu masih
belum mantap, dan usaha perkreditan hampir seluruhnya berada di tangan para pelepas uang,
yang kadang-kadang menetapkan suku bunga pinjaman di atas 500% setahun. Karena itu,
SCHULZE-DELITZSCH mulai mendirikan koperasi-koperasi kredit perkotaan atas dasar
solidaritas sesama anggota, yang bersama-sama membentuk koperasi itu, dan memikul
tanggungan secara tidak terbatas terhadap kredit-kredit yang diperoleh mereka guna
membiayai pinjaman-pinjaman kecil jangka pendek yang diberikan kepada anggota perorangan.
Koperasi-koperasi kredit itu hanya merupakan satu bagian saja dari sistem organisasi swadaya
koperasi, yang diprakarsai oleh SCHULZE-DELITZSCH sebagai sarana yang tepat dalam
meningkatkan daya saing dan penghasilan/pendapatan para pengrajin.
Selain itu terdapat pula :
- Koperasi-koperasi asuransi, yang secara khusus bertugas menanggung risiko karena
sakit dan kematian;
- Koperasi-koperasi kredit, yang bertugas memenuhi kebutuhan kredit;
- Koperasi-koperasi pengadaan bahan-baku dan sarana produksi, pemasaran hasil
produksi,
demikian pula, penggunaan mesin-mesin (pertanian), untuk memperkuat posisi pasar dan
membantu mewujudkan keuntungan dari metoda produksi secara besar-besaran, dan
juga
- Koperasi-koperasi produksi, dimana orang-orang, yang tidak mampu bertahan sebagai
pengusaha-pengusaha perseorangan, dapat mempertahankan kedudukannya sebagai
pemilik
dan sekaligus sebagai pekerja pada koperasi tersebut.
Mula-mula SCHULZE-DELITZSCH memulai kegiatannya melalui bentuk organisasi yang
berdasarkan karitas, sebelum ia mendirikan koperasi-koperasi kredit yang pertama sector diluar
pertanian, sekitar tahun 1849/1850.
Ia yakin bahwa baik bantuan kariatif, maupun-ditinjau dari situasi yang ada- bantuan negara
tidak dapat memberikan penyelesaian praktis atas masalah-maslah yang dihadapi oleh rakyat
itu.
Pada ketika itu, instansi-instansi Pemerintah seringkali menghindari atau cenderung hendak
mengawasi secara langsung pembentukan dan kegiatan organisasi swadaya koperasi yang
dilaksanakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang masih lemah keadaan sosialekonominya.
Pada mulanya usaha-usaha ini seringkali dipandang sebagai sumber penyebab yang potensial
ketidak-stabilan politik ataupun bahkan sebagai sumber revolusi.
Namun, setelah melampaui suatu tahap perkembangan dengan berhasil, akhirnya lembagalembaga
koperasi yang berorientasi kepada angggota ini berubah menjadi suatu gerakan yang
memberikan sumbnagan yang penting bagi perkembangan sosial-ekonomi para anggotanya,
bagi perekonomian nasional dan bahkan menjadi faktor stabilisasi bagi perkembangan politik.
Pada akhir abad yang lalu, Pemerintah Jerman mulai berusaha secara giat menunjang
perkembangan organisasi-organisasi swadaya koperasi ini.
SCHULZE-DELITZSCH – sebagai orang yang memiliki pandangan liberal dalam bidang
ekonomi nasional dan masyarakat – menekankan agar prinsip menolong diri sendiri, yang
dilakukan oleh para anggota, merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi.
Di samping usaha-usahanya yang secara aktif ditujukan ke arah pengembangan struktur
organisasi koperasi primer dan lembaga-lembaga koperasi tingkat sekunder (pusat koperasi
dan federasi koperasi) SCHULZE-DELITZSCH juga mempertahankan secara aktif kepentingankepentingan
organisasi swadaya koperasi dalam gelanggang politik, dan merancang suatu
Undang-Undang Koperasi, yang diundangkan pada tahun 1867 dan, setelah kematiannya,
mengalami diundangkan pada tahun 1889, perubahan mana sebagian besar atas dasr usulusul
yang dibuat semasa hidupnya.
Diantara semua jenis koperasi yang dirintis dan ditunjang oleh SCHULZE-DELITZSCH,
koperasi-koperasi kredit perkotaan dan koperasi-koperasi pengadaan dikalangan para pengrajin
dan para pedagang yang sangat berkembang.
Terutama konsepsinya mengenai koperasi kredit- yang berkembang menjadi Volksbank di
Republik Federasi Jerman – telah mempengaruhi rancangan dan pembentukan organisasi
koperasi perkotaan di berbagai Negara Eropa dan di Negara-negara lain di dunia.

- RAIFFEISEN
Sejak FRIEDRICH WILHELM RAIFFEISEN (1818-1888) berhenti dari dinas militer dan
meninggalkan karir kemiliterannya, ia menjadi Kepala Desa di suatu daerah di Jerman, dimana
sebagian besar penduduknya terdiri dari petani kecil, yang penghasilannya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Seperti SCHULZE-DELITZSCH, ia mulai menolong mereka melalui suatu organisasi yang
bersifat karitatif dalam situasi serba kekurangan, yang disebabkan karena panen yang tidak
berhasil; namun ia segera menyadari bahwa bantuan yang bersifat karitatif tidak dapat menjadi
dasar bagi penyelesaian jangka panjang atas masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani
kecil.
Pengalaman-pengalaman, seperti juga dialami oleh SCHULZE-DELITZSCH, memberikan
keyakinan padanya bahwa hanya usaha yang berdasarkan azas menolong diri sendiri secara
koperatif dapat memberikan suatu penyelesaian yang tuntas atas masalah-masalah para petani
kecil.
Karena para petani ini terutama membutuhkan, kredit dan selama ini tergantung pada, dan
seringkali memiliki beban utang pada para pelepas uang dan para pedagang, maka
RAIFFEISEN memulai, pertama-tama, memprakarsai pembentukan koperasi-koperasi kredit,
yang – sebagaimana juga dianjurkan oleh SCHULZE-DELITZSCH - berdasarkan solidaritas dan
tanggungan tidak terbatas, yang yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi itu, dan
dituntun berdasrkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/ mengelola sendiri dan mengawasi
sendiri.
Pada tahun 1862/1863 RAIFFEISEN mengembangkan konsepsinya yang pertama mengenai
koperasi-koperasi kredit pertanian. Pokok-pokok pikiran dalam konsepsinya adalah:
- Pembentukan koperasi-koperasi kredit kecil, yang diorganisasi secara sederhana atas
dasar kelompok-kelompok anggota yang kecil jumlahnya dan saling membutuhkan, yang
hidup di satu atau beberapa desa, yang termasuk dalam suatu daerah administratif gereja
yang terkecil;
- Pelaksanaan kegiatan pengelolaan koperasi-koperasi itu dilakukan oleh tenaga-tenaga
kehormatan, misalnya romo, guru, atau pegawai negeri, yang memiliki kepercayaan penuh
dari para anggotanya;
- Pembentukan modal sendiri perusahaan koperasi itu, terutama, melalui pembentukan
cadangan yang ‘tidak dapat dibagi, yang dibentuk melaui sisa hasil usaha yang diperoleh
dari usaha perusahaan koperasi – selain modal ynag disetor atau jika diperbolehkan
diangsur oleh anggota.
(perusahaan-perusahaan koperasi diharapkan dapat menghasilkan sisa hasil usaha/laba
untuk membentuk cadangan. Penanaman modal sendiri mengurangi risiko para anggota
kelompok koperasi, yang bertanggung –jawab atas pelunasan/kredit secara tidak terbatas
yang juga diterima oleh koperasi dari bukan anggota, agar sanggup membiayai pinjaman
yang harus diberikan kepada anggota-anggota perseorangan.
Dalam hubungan ini kiranya sangat menarik untuk diketahui bahwa dibandingkan dengan
suku bunga yang sangat tinggi, kadang-kadang lebih dari 500%, yang dibayarkan kepada
pelepas-pelepas uang, SCHULZE-DELITZSCH misalnya menganggap suku bunga sebesar
60% setahun sebagai suku bunga yang dapat diterima).
- Kredit-kredit hanya diberikan kepada anggota yang sebagian besar adalah petani-petani
kecil. Deposito dapat diterima juga dari bukan anggota.
Konsepsi pertama dari koperasi kredit ini, sebahagian, dikenal dengan nama ‘Koperasi kredit
pedesaan tipe RAIFFEISEN’. Mengingat keadaan pasar yang masih belum berkembang secara
memuaskan dan seringkali timbulnya struktur yang monopolistis, maka RAIFFEISEN segera
menyadari bahwa, selain pinjaman uang, para petani membutuhkan pula jasa-jasa pelayanan di
bidang pengadaan sarana produksi pertanian dan pemasaran hasil produksinya. Oleh karena
itu sejak awal tahun 1870 RAIFFEISEN telah mengembangkan pula konsepsinya menjadi tipe
koperasi serbausaha yang sederhana.
Perlu disampaikan bahwa selain F.W. RAIFFEISEN, seorang pelopor koperasi lain yaitu
WILHELM HASS (1839-1913) memprakarsai pula koperasi pertanian di Jerman pada belahan
kedua abad yang lalu. Berbeda dengan RAIFFEISEN, ia memprakarsai pembentukan suatu
sistem keterpaduan (integrasi) antara koperasi-koperasi kredit yang otonom dan koperasikoperasi
pengadaan dan pemasaran yang juga otonom; jadi ia mengikuti model pengembangan
koperasi yang telah dirancang pula oleh SCHULZE-DELITZSCH untuk koperasi-koperasi
perkotaan. RAIFFEISEN dan HAAS merupakan pelopor-pelopor koperasi yang berhasil untuk
daerah pedesaan di Jerman.
Jika diperhatikan secara seksama pokok-pokok pikiran diatas ini maka secara umum dapat
disimpulkan bahwa koperasi-koperasi serba usaha yang dikembangkan oleh RAIFFEISEN
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus para petani kecil yang hidup di daerah-daerah
‘rawan’, sedangkan koperasi-koperasi yang diprakarsai oleh HAAS lebih diarahkan pada
kepentingan dan keadaan dari para petani yang secara relatif hidupnya lebih baik di daerahdaerah
yang lebih berkembang.
Namun demikian, RAIFFEISEN merupakan pelopor koperasi, yang gagasannya, konsepsinya
dan pengalamannya banyak mempengaruhi para pelopor koperasi lain dan pengembangan
koperasi pertanian/koperasi pedesaan di banyak negara.

                                                             Vio Hichael Febriano (27211294)/2EB09
Fakultas Ekonomi
2011 - 2012