B. Kepastian Hukum sebagai Pertimbangan Utama
Investor
Horikawa Shuji, salah seorang pengusaha asal
Jepang menjelaskan pertimbangan investasi sebagai aliran air. Air selalu
mengalir dari tempat yang paling tinggi ke tempat yang paling rendah. Apapun
alasannya, pelaku bisnis selalu mencari itu, sebab pengusaha itu butuh
ketenangan berusaha, berharap mendapat insentif yang memadai dari pemerintah
dimana ia berinvestasi dan memperoleh peluang untuk berkembang dengan
lingkungannya, dengan karyawannya dan dengan mitranya secara baik. Tanpa itu,
sulit bagi pelaku bisnis untuk berkembang.14 Apa yang bisa membuat investor merasa tenang dalam berusaha adalah
adanya kepastian hukum, karena dengan kepastian hukum investor dapat melakukan
sejumlah prediksi terhadap rencana usaha yang dilakukannya
Berdasarkan pandangan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa bila suatu negara ingin menjadi tujuan investasi, maka hukum
terkait prosedural dan kegiatan investasi harus dapat menciptakan kepastian.
Namun berbeda dengan kondisi ideal tersebut, hampir setiap kajian mengenai
iklim investasi di Indonesia menempatkan ketidakpastian hukum sebagai faktor
yang menghambat pertumbuhan investasi baik asing maupun dalam negeri, baik
investasi langsung (direct investment) maupun portfolio investment.
Studi Bank Dunia yang dipublikasikan tahun 2005 mencatat bahwa pada tataran
perusahaan (firm level) ditemukan sejumlah hambatan investasi yang masuk
dalam kategori instabilitas makro-ekonomi, kebijakan dan regulasi yang tidak
pasti dan tingginya tingkat korupsi. Masalah lainnya meliputi rendahnya atau
sulitnya akses terhadap pembiayaan, rendahnya supplay energi listrik, rendahnya
skill tenaga kerja, regulasi bidang ketenagakerjaan, dan sejumlah persoalan
terkait desentralisasi kewenangan investasi pada tingkat pemerintahan daerah.16 Lebih jauh dikatakan bahwa Pemerintah
Indonesia telah melakukan sejumlah upaya reformasi yang cukup strategis dengan
mengadopsi lebih banyak reformasi fiscal, liberalisasi perdagangan, reformasi
sektor keuangan, perpajakan, ketenagakerjaan dan reformasi regulasi bisnis.
Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya jurang (gap) antara political
will Pemerintah dengan implementasi di lapangan, termasuk adanya gap antara
peraturan dengan kenyataan penerapannya.17 Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2007 menempatkan asas kepastian hukum dalam
posisi teratas dari 10 asas penyelenggaran penanaman modal di Indonesia. Asas
ini menekankan pada kedudukan Indonesia sebagai negara hukum yang meletakkan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap
kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Namun, masalah kepastian
hukum dalam penyelenggaraan investasi tidak seluruhnya ditentukan oleh
kaidah-kaidah hukum dalam UU tersebut. Kepastian hukum dalam pengertian
substansi harus pula didukung pula oleh substansi hukum pada bidang hukum
bisnis lainnya dan ditentukan pula aspek kepastian dalam struktur penegakan hukum.
Dalam hal yang terakhir ini penerapan kaidah hukum dan peraturan
perundang-undangan terkait investasi dalam peristiwa konkrit melalui
putusan-putusan badan peradilan menjadi faktor sorotan adanya kepastian hukum.
Pada perspektif ini dunia peradilanlah yang memberikan citra pada kepastian
hukum tersebut.
Vio hichael.f (27211294) / 2EB09
fakultas ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar