KEPASTIAN HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA
Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum1
REVIEW II
C. Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis
Masih Menjadi Faktor Penghambat Investasi di Indonesia
Dalam hukum investasi, aktifitas investasi
tidak hanya meliputi tahap entry appropal (right to entry) atau yang
biasa dikenal dengan istilah green field investment, tetapi investor
juga akan memperhatikan aspek kepastian hukum pada tahap post establishment
stage atau brown field investment. Pada fase ini investor sangat
perhatian terhadap sisi stabilitas, prediktibilitas dan kepastian hukum terkait
aktifitas usaha, hukum kontrak dan transaksi bisnis pada umumnya. Hal ini
sesuai dengan kategori komponen-komponen yang mempengaruhi investasi, yakni :
(1). Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi cost seperti pajak, beban
regulasi, pungutan liar (red tape), korupsi, infrastruktur, ongkos
operasi, investasi perusahaan (finance cost) dan investasi di pasar
tenaga kerja; (2). Kelompok yang mempengaruhi risiko yang terdiri dari
stabilitas makro ekonomi, stabilitas dan prediktibilitas kebijakan, property
right, kepastian kontrak dan hak untuk mentransfer keuntungan dan (3).
Hambatan untuk kompetisi yang terdiri dari hambatan regulasi untuk masuk dan
keluar dari bisnis, berfungsinya pasar keuangan dan infrastruktur yang baik,
serta tersedianya dengan efektif hukum persaingan.18
Kepastian hukum dalam transaksi
dan kontrak-kontrak bisnis di Indonesi masih rendah dan sangat mempengaruhi
minat investor. Hal ini tercermin dari banyaknya kontrak antara investor asing
dan pihak Indonesia, baik pelaku usaha, badan usaha milik negara maupun
pemerintah yang dibatalkan atau terancam dibatalkan oleh pengadilan. Pembatalan
kontrak oleh pengadilan yang kerap ditengarai adanya praktik mafia peradilan
ataupun ketidakpahaman substansi kontrak berakibat pada terkendalanya investasi
yang dilakukan. Banyak investor jangka panjang yang menanamkan modalnya harus
kecewa karena baru dua tiga tahun berjalan,kontrak dibatalkan oleh pengadilan.
Secara perhitungan ekonomi jelas ini sangat merugikan mengingat sebelum
keuntungan didapat, bahkan break even point tercapai, kontrak dianggap
tidak ada karena dibatalkan. Kesucian kontrak (sanctity of contract)
seolah tidak berlaku di Indoensia.19
D. Kepastian Hukum dalam
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing terkait Transaksi Bisnis
Penyelesaian sengketa transaksi
bisnis umumnya dilakukan secara konvensional melalui litigasi, akan tetapi
implikasi kegiatan bisnis yang pesat terhadap lembaga hukum berakibat juga
terhadap pengadilan, dimana pengadilan sering dianggap tidak professional dalam
menangani sengketa bisnis dan tidak independen.25 Bagi kenayakan pelaku transaksi
bisnis internasional, penyelesaian sengketa melalui pengadilan dianggap tidak
efektif dan efisien lagi serta memerlukan waktu yang relative lama. Di samping
itu, penyelesaian sengketa melalui pengadilan menempatkan para pihak pada sisi
yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner) dan pihak
lain sebagai pihak yang kalah (looser). Hal ini kerap dipandang tidak
menyelesaikan masalah bahkan semakin memperuncing perselisihan dan akhirnya
terjadi permusuhan yang tidak berkesudahan. 26 Oleh karena itu, arbitrase
lahir sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang dinilai efisien dan efektif
bagi transaksi bisnis, khususnya yang bernuansa internasional.
masalah ini juga disebabkan
oleh faktor-faktor lain seperti :
a. Masalah Penghormatan
Terhadap Hukum Masalah ini adalah
sangatlah sentral. Penaatan atau penghormatan terhadap hukum masih sangat
tipis. Mind-set masyarakat terhadap hukum ini harus diubah secara
bertahap, berhati-hati dan terencana.
b. Kepastian Hukum Salah satu hal yang pasti mengenai hukum di Indonesia
adalah ketidakpastian hukum. Masalah ini gawat, kalau darurat. Kasus-kasus yang
tergolong besar yang melibatkan Indonesia di forum-forum arbitrase
internasional adalah karena tidak adanya kepastian hukum ini. Sengketa-sengketa
yang mendapat sorotan keras masyarakat internasional.
c. Kultur Berperkara
Masyarakat
Alm, Prof. Komar Kantaatmadja,
melihat kultur masyarakat ini sebagai masalah cukup krusial dalam penyelesaian
sengketa. Beliau mengemukakan 4 (empat) masalah kultur ini. Dua di antaranya
yang utama adalah keengganan untuk tidak mau melaksanakan putusan arbitrase.
Yang kedua adalah upaya untuk mengulur-ulur waktu sebagai taktik untuk tidak
melaksanakan kewajibannya.32 Sengketa-sengketa mengenai pembatalan putusanputusan
arbitrase asing (dan perlawanan terhadap putusan arbitrase domestik), yang acap
timbul belakangan ini, mungkin dapat dipandang ke dalam cakupan kultur ini .33
Vio hichael.f (27211294) / 2EB09
Fakultas ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar