Review Jurnal Ekonomi Koperasi(8)
PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI-ORGANISASI KOPERASI ”MODERN”
REVIEW 8
- Pelopor-pelopor Koperasi
Sebagian Promotor Utama Organisasi Swadaya
Koperasi dan berbagai Konsepsi
Mikro yang menunjang Keberhasilan
Perkembangannya.
Bebagai percobaan untuk mendirikan
koperasi modern telah dilakukan terutama selama
belahan pertama abad ke 19. Banyak
dari usaha-usaha percobaan itu gagal atau koperasikoperasi
yang tumbuh ketika itu hanya mampu
berkembang dengan baik selama suatu periode
yang terbatas saja.
Namun demikian, pada pertengahan
abad yang lalu, para ‘pelopor koperasi’ berhasil
mengembangkan berbagai konsepsi
mengenai struktur organisasi koperasi yang nyata, yang
cukup sesuai, dengan kebutuhan
tertentu, dengan kemungkinan pengembangan kegiatan
tertentu, dan dengan lingkungan
ekonomis dan sosial-budaya para pekerja, para pengrajin dan
para petani kecil di negara-negara
Eropa.
Pelopor-pelopor koperasi itu tidak
saja berhasil mendirikan satu atau beberapa koperasi.
Mereka mendirikan
organisasi-organisasi koperasi yang berkembang secara berhasil, dan
mengembangkan konsepsi-konsepsi
mengenai struktur-struktur koperasi tertentu secara nyata,
demikian pula, cara-cara
menciptakan struktur organisasi itu dan, debgan demikian , membantu
orang-orang lain, yang hidup dan
berusaha dalam situasi yang sama dan serupa untuk
mengikuti mereka.
Konsepsi yang dikembangkan oleh
para Pelopor dari Rochdale, oleh H. SCHULZE-DELITSCH
dan oleh F.W. RAIFFEISEN akan
dibahas secara khusus di bawah ini, karena konsepsikonsepsi
mereka memberikan pengaruh yang
besar terhadap pengembangan dan penyebaran
organisasi swadaya koperasi modern
di kalangan para konsumen, pengrajin, industriawan dan
pedagang kecil, demikian pula di
kalangan para petani kecil.
- Pelopor-Pelopor Koperasi dari
Rochdale
Pelopor-pelopor koperasi dari R
ochdale ini adalah 28 pekerja, yang hidup di kota
Rochdale di Bagian Utara Inggris,
yang belajar dari pengalamannya dimasa lampau – seringkali
merupakan pengalaman pahit yang
diperoleh dari upaya pengembangan koperasi yang
dilakukan secara eksperimental.
Setelah melalui diskusi yang lama, mereka mendirikan satu
koperasi pada tanggal 24 Oktober
1844 dan memulai usaha pertokoan, sebagai usahanya
sendiri, secara berhasil. Peristiwa
ini seringkali disebut sebagai saat kelahiran ‘Gerakan
Koperasi Modern’.
Oleh karena para pelopor dari
Rochdale itu tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang
cukup untuk mendirikan dan
mengelola usaha-usaha perdagangan, maka “kegiatan-kegiatan
pertokoan itu merupakan sesuatu
yang baru bagi mereka. Mereka harus banyak memikirkan
dan menyusun rencana secara
terinci. Sesuai dengan itu mereke merumuskan aturanaturannya
sendiri, yang berlaku bagi usaha
pertokoan itu. Aturan-aturan yang diterapkan itu,
kemudian menjadi prinsip-prinsip
koperasi. Pada mulanya prinsip-prinsip itu hanya sematamata
merupakan aturan-aturan perusahaan
yang dirancang dan dirumuskan merupakan
aturan-aturan perusahaan yang
dirancang dan dirumuskan oleh para pekerja itu sendiri untuk
menjalankan usaha pertokoannya.
Bagi para pelopor Rochdale, koperasi bukanlah sesuatu hal
yang semata-mata tumbuh dari
keinginan dan perwujudan perasaan sentimental kekanakkanakan.
Ia merupakan suatu metode yang
praktis dalam mengorganisasi dan menjalankan
sebuah took. Para pelopor dari
Rochdale itu memperbincangkan aturan-aturan itu secara
mendalam dan mengetahui dampaknya.
Ketika aturan-aturan itu disyahkan dalam Rapat
Rochdale Equitable Pioneer’s
Co-operative Society, para pelopor dari Rochdale itu berhasil
memberikan demonstrasi pertama
tentang pengelolaan suatu perusahaan koperasi. Segera
setelah para pekerja melihat bahwa
took itu berhasil dikelola dengan baik, jumlah anggotanya
bertambah sangat cepat dan hanya
dalam beberapa tahun saja, ia tidak lagi merupakan
gagasan kosong atau sekedar
percobaan saja, melainkan telah menjadi suatu usaha yang
sungguh-sungguh berhasil.
Eksperimen yang berhasil ini
kemudian diikuti oleh usaha-usaha sejenis lainnya. Di Inggris
tumbuh banyak took-toko baru.
Gagasan para pelopor Rochdale ini tersebar kemana-mana
menyebrang keluar Inggris ke Eropa,
Amerika dan ke berbagai penjuru dunia”(Dubhashi, 1970,
hal.8 dan seterusnya).
Aturan-aturan yang disusun oleh
para pelopor Rochdale, mula-mula, hanya sekedar petunjukpetunjuk
tentang bagaimana seharusnya suatu
toko koperasi konsumen yang baik diorganisasi
dan dijalankan oleh para anggotanya
sendiri, atas dasar keadaan-keadaan yang terdapat di
Inggris pada ketika itu, akhirnya
menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang terkenal.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1) Keanggotaan yang bersifat
terbuka;
(2) Pengawasan secara demokratis
(satu anggota, satu suara);
(3) Bunga yang terbatas atas modal
anggota;
(4) Pengembalian sisi hasil usaha
sesuai dengan jasanya pada koperasi (patronage
refund);
(5) Barang-barang hanya dijual
dengan harga pasar yang berlaku dan hanya secara
tunai;
(6) Tidak ada perbedaan berdasarkan
ras, suku bangsa, agama dan aliran politik;
(7) Barang-barang yang dijual harus
merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak
atau palsu;
(8) Pendidikan terhadap anggota
secara berkesinambungan.
Prinsip-prinsip tersebut ini
ternyata menjadi petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pembentukan
koperasi-koperasi para konsumen
dari para anggota yang hidup dalam keadaan yang serupa
dengan keadaan para Pelopor dari
Rochdale. Namun, prinsip-prinsip itu harus disesuaikan,
diubah, atau sebahagian tidak dapat
diterapkan, misalnya, pada situasi,dimana:
- Koperasi-koperasi
konsumsi/konsumen itu harus bertahan dalam persaingan pasar,
yang terjadi dalam kehidupan
ekonomi negara-negara industri yang telah maju;
- Jenis/ tipe koperasi yang lain,
misalnya, koperasi-koperasi kredit, harus diciptakan;
- Koperasi didirikan dalam kondisi
ekonomi dan sosial-budaya yang sangat berbeda
dengan keadaan di Inggris pada
pertengahan abad ke-19.
Bagaimanapun juga, ketika
prinsip-prinsip itu dianggap sebagai ‘prinsip-prinsip koperasi’ yang
berlaku umum dan hendak
diberlakukan pada semua koperasi di seluruh dunia, timbullah
perdebatan-perdebatan yang lama,
mengenai hakekat dari prinsip-prinsip itu, mengenai
penafsirannya dan penyesuaiannya,
yang seringkali pula tidak terlepas dari ideology tertentu.
Tidak dapat disangkal, bahwa, di
satu pihak, prinsip-prinsip itu, hanya berlaku pada struktur
organisasi koperasi tertentu saja,
dan di lain pihak, hanya merupakan kaidah-kaidah, nilai-nilai
dan tujuan–tujuan yang hendak
dilaksanakan, atau petunjuk-petunjuk pragmatis bagi
perumusan kebijakan usaha yang
harus diterapkan dalam mengelola took koperasi para
konsumen secara berhasil.
Di samping itu, terdapat satu aspek
lain, yaitu yang berkaitan dengan perumusan prinsip-prinsip
koperasi dalam definisi koperasi
dan dalam rangka membedakan organisasi koperasi dari
lembaga-lembaga sosial ekonomi yang
lain. Aspek ini akan dibahas pada butir 2.1.1.
- SCHULZE – DELITZSCH
HERMANN SCHULZE – DELITZSCH
(1808-1883), pengacara dan anggota Parlemen, adalah
orang pertama di Jerman yang
berhasil mengembangkan sebuah konsepsi bagi perintisan dan
pengembangan secara bertahap
koperasi kredit perkotaan, demikian pula koperasi-koperasi
pengadaan sarana produksi di
kalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan di kalangan
oleh para pedagang kecil dan
kelompok-kelompok mata pencaharian yang lain.
Konsepsi SCHULZE-DELITZSCH ini
semula berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan khusus
para pengrajin kecil, ynag sulit
bertahan dalam persaingan melawan perusahaan-perusahaan
industri yang semakin berkembang.
Terutama, karena para pengrajin itu
membutuhkan kredit investasi bagi perusahaanperusahaannya
yang masih kecil, sedang system
perbankan yang ada pada ketika itu masih
belum mantap, dan usaha perkreditan
hampir seluruhnya berada di tangan para pelepas uang,
yang kadang-kadang menetapkan suku
bunga pinjaman di atas 500% setahun. Karena itu,
SCHULZE-DELITZSCH mulai mendirikan
koperasi-koperasi kredit perkotaan atas dasar
solidaritas sesama anggota, yang
bersama-sama membentuk koperasi itu, dan memikul
tanggungan secara tidak terbatas
terhadap kredit-kredit yang diperoleh mereka guna
membiayai pinjaman-pinjaman kecil
jangka pendek yang diberikan kepada anggota perorangan.
Koperasi-koperasi kredit itu hanya
merupakan satu bagian saja dari sistem organisasi swadaya
koperasi, yang diprakarsai oleh
SCHULZE-DELITZSCH sebagai sarana yang tepat dalam
meningkatkan daya saing dan
penghasilan/pendapatan para pengrajin.
Selain itu terdapat pula :
- Koperasi-koperasi asuransi, yang
secara khusus bertugas menanggung risiko karena
sakit dan kematian;
- Koperasi-koperasi kredit, yang
bertugas memenuhi kebutuhan kredit;
- Koperasi-koperasi pengadaan
bahan-baku dan sarana produksi, pemasaran hasil
produksi,
demikian pula, penggunaan
mesin-mesin (pertanian), untuk memperkuat posisi pasar dan
membantu mewujudkan keuntungan dari
metoda produksi secara besar-besaran, dan
juga
- Koperasi-koperasi produksi, dimana
orang-orang, yang tidak mampu bertahan sebagai
pengusaha-pengusaha perseorangan,
dapat mempertahankan kedudukannya sebagai
pemilik
dan sekaligus sebagai pekerja pada
koperasi tersebut.
Mula-mula SCHULZE-DELITZSCH memulai
kegiatannya melalui bentuk organisasi yang
berdasarkan karitas, sebelum ia
mendirikan koperasi-koperasi kredit yang pertama sector diluar
pertanian, sekitar tahun 1849/1850.
Ia yakin bahwa baik bantuan
kariatif, maupun-ditinjau dari situasi yang ada- bantuan negara
tidak dapat memberikan penyelesaian
praktis atas masalah-maslah yang dihadapi oleh rakyat
itu.
Pada ketika itu, instansi-instansi
Pemerintah seringkali menghindari atau cenderung hendak
mengawasi secara langsung
pembentukan dan kegiatan organisasi swadaya koperasi yang
dilaksanakan oleh kelompok-kelompok
masyarakat yang masih lemah keadaan sosialekonominya.
Pada mulanya usaha-usaha ini
seringkali dipandang sebagai sumber penyebab yang potensial
ketidak-stabilan politik ataupun
bahkan sebagai sumber revolusi.
Namun, setelah melampaui suatu
tahap perkembangan dengan berhasil, akhirnya lembagalembaga
koperasi yang berorientasi kepada angggota
ini berubah menjadi suatu gerakan yang
memberikan sumbnagan yang penting
bagi perkembangan sosial-ekonomi para anggotanya,
bagi perekonomian nasional dan
bahkan menjadi faktor stabilisasi bagi perkembangan politik.
Pada akhir abad yang lalu, Pemerintah
Jerman mulai berusaha secara giat menunjang
perkembangan organisasi-organisasi
swadaya koperasi ini.
SCHULZE-DELITZSCH – sebagai orang
yang memiliki pandangan liberal dalam bidang
ekonomi nasional dan masyarakat –
menekankan agar prinsip menolong diri sendiri, yang
dilakukan oleh para anggota,
merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi.
Di samping usaha-usahanya yang
secara aktif ditujukan ke arah pengembangan struktur
organisasi koperasi primer dan
lembaga-lembaga koperasi tingkat sekunder (pusat koperasi
dan federasi koperasi)
SCHULZE-DELITZSCH juga mempertahankan secara aktif kepentingankepentingan
organisasi swadaya koperasi dalam
gelanggang politik, dan merancang suatu
Undang-Undang Koperasi, yang
diundangkan pada tahun 1867 dan, setelah kematiannya,
mengalami diundangkan pada tahun
1889, perubahan mana sebagian besar atas dasr usulusul
yang dibuat semasa hidupnya.
Diantara semua jenis koperasi yang
dirintis dan ditunjang oleh SCHULZE-DELITZSCH,
koperasi-koperasi kredit perkotaan
dan koperasi-koperasi pengadaan dikalangan para pengrajin
dan para pedagang yang sangat
berkembang.
Terutama konsepsinya mengenai
koperasi kredit- yang berkembang menjadi Volksbank di
Republik Federasi Jerman – telah
mempengaruhi rancangan dan pembentukan organisasi
koperasi perkotaan di berbagai
Negara Eropa dan di Negara-negara lain di dunia.
- RAIFFEISEN
Sejak FRIEDRICH WILHELM RAIFFEISEN
(1818-1888) berhenti dari dinas militer dan
meninggalkan karir kemiliterannya,
ia menjadi Kepala Desa di suatu daerah di Jerman, dimana
sebagian besar penduduknya terdiri
dari petani kecil, yang penghasilannya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Seperti SCHULZE-DELITZSCH, ia mulai
menolong mereka melalui suatu organisasi yang
bersifat karitatif dalam situasi
serba kekurangan, yang disebabkan karena panen yang tidak
berhasil; namun ia segera menyadari
bahwa bantuan yang bersifat karitatif tidak dapat menjadi
dasar bagi penyelesaian jangka
panjang atas masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani
kecil.
Pengalaman-pengalaman, seperti juga
dialami oleh SCHULZE-DELITZSCH, memberikan
keyakinan padanya bahwa hanya usaha
yang berdasarkan azas menolong diri sendiri secara
koperatif dapat memberikan suatu
penyelesaian yang tuntas atas masalah-masalah para petani
kecil.
Karena para petani ini terutama
membutuhkan, kredit dan selama ini tergantung pada, dan
seringkali memiliki beban utang
pada para pelepas uang dan para pedagang, maka
RAIFFEISEN memulai, pertama-tama,
memprakarsai pembentukan koperasi-koperasi kredit,
yang – sebagaimana juga dianjurkan
oleh SCHULZE-DELITZSCH - berdasarkan solidaritas dan
tanggungan tidak terbatas, yang
yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi itu, dan
dituntun berdasrkan prinsip menolong
diri sendiri, mengurus/ mengelola sendiri dan mengawasi
sendiri.
Pada tahun 1862/1863 RAIFFEISEN
mengembangkan konsepsinya yang pertama mengenai
koperasi-koperasi kredit pertanian.
Pokok-pokok pikiran dalam konsepsinya adalah:
- Pembentukan koperasi-koperasi
kredit kecil, yang diorganisasi secara sederhana atas
dasar kelompok-kelompok anggota
yang kecil jumlahnya dan saling membutuhkan, yang
hidup di satu atau beberapa desa,
yang termasuk dalam suatu daerah administratif gereja
yang terkecil;
- Pelaksanaan kegiatan pengelolaan
koperasi-koperasi itu dilakukan oleh tenaga-tenaga
kehormatan, misalnya romo, guru,
atau pegawai negeri, yang memiliki kepercayaan penuh
dari para anggotanya;
- Pembentukan modal sendiri
perusahaan koperasi itu, terutama, melalui pembentukan
cadangan yang ‘tidak dapat dibagi,
yang dibentuk melaui sisa hasil usaha yang diperoleh
dari usaha perusahaan koperasi –
selain modal ynag disetor atau jika diperbolehkan
diangsur oleh anggota.
(perusahaan-perusahaan koperasi
diharapkan dapat menghasilkan sisa hasil usaha/laba
untuk membentuk cadangan. Penanaman
modal sendiri mengurangi risiko para anggota
kelompok koperasi, yang bertanggung
–jawab atas pelunasan/kredit secara tidak terbatas
yang juga diterima oleh koperasi
dari bukan anggota, agar sanggup membiayai pinjaman
yang harus diberikan kepada
anggota-anggota perseorangan.
Dalam hubungan ini kiranya sangat
menarik untuk diketahui bahwa dibandingkan dengan
suku bunga yang sangat tinggi,
kadang-kadang lebih dari 500%, yang dibayarkan kepada
pelepas-pelepas uang,
SCHULZE-DELITZSCH misalnya menganggap suku bunga sebesar
60% setahun sebagai suku bunga yang
dapat diterima).
- Kredit-kredit hanya diberikan
kepada anggota yang sebagian besar adalah petani-petani
kecil. Deposito dapat diterima juga
dari bukan anggota.
Konsepsi pertama dari koperasi
kredit ini, sebahagian, dikenal dengan nama ‘Koperasi kredit
pedesaan tipe RAIFFEISEN’.
Mengingat keadaan pasar yang masih belum berkembang secara
memuaskan dan seringkali timbulnya
struktur yang monopolistis, maka RAIFFEISEN segera
menyadari bahwa, selain pinjaman
uang, para petani membutuhkan pula jasa-jasa pelayanan di
bidang pengadaan sarana produksi
pertanian dan pemasaran hasil produksinya. Oleh karena
itu sejak awal tahun 1870
RAIFFEISEN telah mengembangkan pula konsepsinya menjadi tipe
koperasi serbausaha yang sederhana.
Perlu disampaikan bahwa selain F.W.
RAIFFEISEN, seorang pelopor koperasi lain yaitu
WILHELM HASS (1839-1913)
memprakarsai pula koperasi pertanian di Jerman pada belahan
kedua abad yang lalu. Berbeda
dengan RAIFFEISEN, ia memprakarsai pembentukan suatu
sistem keterpaduan (integrasi)
antara koperasi-koperasi kredit yang otonom dan koperasikoperasi
pengadaan dan pemasaran yang juga
otonom; jadi ia mengikuti model pengembangan
koperasi yang telah dirancang pula
oleh SCHULZE-DELITZSCH untuk koperasi-koperasi
perkotaan. RAIFFEISEN dan HAAS
merupakan pelopor-pelopor koperasi yang berhasil untuk
daerah pedesaan di Jerman.
Jika diperhatikan secara seksama
pokok-pokok pikiran diatas ini maka secara umum dapat
disimpulkan bahwa koperasi-koperasi
serba usaha yang dikembangkan oleh RAIFFEISEN
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
khusus para petani kecil yang hidup di daerah-daerah
‘rawan’, sedangkan
koperasi-koperasi yang diprakarsai oleh HAAS lebih diarahkan pada
kepentingan dan keadaan dari para
petani yang secara relatif hidupnya lebih baik di daerahdaerah
yang lebih berkembang.
Namun demikian, RAIFFEISEN
merupakan pelopor koperasi, yang gagasannya, konsepsinya
dan pengalamannya banyak mempengaruhi
para pelopor koperasi lain dan pengembangan
koperasi pertanian/koperasi
pedesaan di banyak negara.
Vio Hichael Febriano (27211294)/2EB09
Vio Hichael Febriano (27211294)/2EB09
Fakultas Ekonomi
2011 - 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar